Warning: INI BUKAN REVIEW.
Saya hanya akan menulis sekelumit kesan-kesan pribadi mengenai buku Berguru Pada Pesohor ini, karena bakal agak aneh kan kalau saya meresensi buku panduan meresensi buku? (mulai jelimet…)
Buku Limited Edition yang sukses bikin saya penasaran ini kemarin mendarat juga di tangan saya. Bikin penasaran karena buku ini mengupas teknik-teknik dan berbagai tips untuk meresensi buku. Dan tentu saja bikin penasaran karena daftar blog buku Indonesia yang dimuat di bagian akhir buku ini, walaupun sudah pernah melihat beberapa fotonya di note FB nya mbak Truly Rudiono, tapi tetep aja penasaran pingin lihat secara langsung:D
Keren kan kalo blog anda dimuat di buku (congkak mode on :D )
Sekilas membaca-baca sebagian isi buku ini, saya mengambil kesimpulan kalau buku ini sebenarnya diperuntukkan bagi mereka yang ingin menekuni resensi buku secara serius, dan arahnya lebih ke media cetak (koran berskala nasional atau daerah) ketimbang dunia maya.
Resensi-resensi yang dimuat sebagai contoh dalam buku ini pun kebanyakan adalah resensi buku-buku “kelas berat”, misalnya buku-buku Pramoedya Ananta Toer dan Goenawan Mohamad. Belum lagi berbagai buku non fiksi yang judulnya berbunyi seperti, “Abad Prahara, Ramalan Kehancuran Ekonomi Dunia Abad ke-21”, “Utang dan Korupsi Racun Pendidikan”, “Sosialisme Religius: Suatu Jalan Keempat”.
Aduh ampuuuuuuun, saya sejauh ini nggak sanggup melahap buku-buku macam beginiaaaannn….!!! Bisa jadi benar apa yang ditulis penyusun pada bab Halaman Resensi Buku di Internet tentang para blogger buku:
Mereka adalah generasi peresensi baru buku dengan menggunakan medium baru yang lebih egaliter dan lebih leluasa. Jika generasi peresensi lama masih memperebutkan halaman-halaman koran nasional dan daerah dengan mempertimbangkan selera redaktur buku masing-masing koran tersebut, maka generasi baru ini membaca buku dan menuliskannya kembali dengan semangat sangat personal tanpa takut tulisannya ditampik.
– hal. 239
Mereka adalah pembaca yang ingin bersenang-senang dengan buku. Mereka mencoba melihat buku sebagai barang mainan dan hiburan yang tak perlu dipandang berat, apalagi harus dilihat dengan kaca pembesar segala.
– hal.241
I read for fun! I read for pleasure! Saya yakin sebagian besar teman-teman blogger buku setuju dengan pernyataan saya ini.
Namun, teknik-teknik dan tips menulis resensi yang dijabarkan dalam buku ini benar-benar membantu mereka yang ingin belajar menulis resensi buku dengan baik dan benar (seperti saya). Walaupun (mungkin) tak ada niat untuk terjun dalam dunia resensi buku di media cetak, buku ini memberikan tambahan ilmu berharga bagi para pecinta buku yang suka menulis resensi.
Dan kedua penulis, Diana AV Sasa dan Muhidin M. Dahlan, sangat-sangat kompeten di bidangnya untuk menyusun sebuah buku seperti Berguru pada Pesohor ini.
Dan ternyata, saat membolak-balik halaman-halaman buku ini, saya beberapa kali ketemu dengan nama Hernadi Tanzil. Bahkan ada foto sang rahib 1 halaman penuh! Bisa ditebak deh bagaimana kiprah sang rahib dalam dunia resensi buku sampai namanya jadi sebeken itu. (hormat pada rahib, mohon ilmu… #edisi serial silat) =p
Oh ya, sedikit saja kritik tentang fisik buku… Bahan kertas covernya terlalu tipis, jadi gampang rusak. Judul bab yang ada di bagian kanan atas halaman kadang-kadang hurufnya tidak tercetak dengan benar (loncat). Juga ada beberapa foto yang dimuat di buku ini beresolusi rendah, jadi kurang enak dilihat, apalagi dalam warna hitam putih. Semoga menjadi masukan yang membangun buat penerbit.
Komentar:
Tanzil | Juni 12, 2011 pukul 2:18 pm
nah, dan akupun makin penasaran sama buku ini,… :)
btw, betul kata kutipan tadi yg bilang soal generasi baru para resensor buku di cyber
“generasi baru ini membaca buku dan menuliskannya kembali dengan semangat sangat personal tanpa takut tulisannya ditampik.”
saya pribadi sudah merasakan nikmatnya menulis resensi dia dua media , yaitu media cetak dan media cyber (blog) . Dari dua pengalaman itu saya berani mengatakan bawha kini saya lebih jatuh cinta menulis di blog walau gak dapet honor :) ) … hidup blogger buku! karena betul spt kata melisa “I read for fun! I read for pleasure! “
ana | Juni 15, 2011 pukul 9:01 am
eh om, harusnya kan dapet buku gratis secara fotonya udah terpajang 1 halaman penuh. :p
melmarian | Juni 15, 2011 pukul 11:34 am
Rahib emang bakal dapat buntelan buku ini kok… tapi entah kenapa nggak dateng2 :D
okta | Juni 12, 2011 pukul 3:02 pm
Sebagai peresensi amfibi yg menulis di dua dunia (kodok kalee), saya menyatakan menulis resensi di koran juga fun kok. Idealnya memang membaca buku dan menulis resensi karena memang menikmatinya. Harus coba dong mel, kirim resensi ke koran.
melmarian | Juni 14, 2011 pukul 11:16 am
Kepada peresensi amfibi. Untuk saat ini saya memilih untuk “berkarya” di blogosphere aja dulu deh, resensi di media cetak kok SCARY ya, jadi males bacanya :D
Mau coba kirim resensi ke koran pun bingung pake buku apa, biasanya resensi di koran mesti buku-buku yang berat…
Fanda | Juni 13, 2011 pukul 8:01 am
Yup! setuju denganmu dan rahib. Sekarang jamannya kebebasan berpendapat (kayak UUD’45 aja..), jamannya individu berpengaruh pada pendapat individu lainnya. Jadi, untuk resensi buku, secara pribadi aku malah gak terlalu suka baca resensi di media cetak. Terlalu “dipoles” menurutku. Baca resensi di blog lebih asyik karena isinya murni & jujur!
Hidup blogger buku!!
Novita | Juni 14, 2011 pukul 7:27 pm
betul sekali..lagipula diluar sana kan banyaaak bgt buku bagus yg layak diinformasikan buat pembaca yang gak satu selera sama redaktur media cetak.hihihi..
Sasa | Juni 20, 2011 pukul 9:52 pm
Terimakasih ulasannya. Buku ini available for swap kok. Saya lagi nyari buku lawas macam lima sekawan… boleh deh barter beberapa seri :-D
melmarian | Juni 21, 2011 pukul 7:41 am
Waaaa….. kedatangan penulis bukunya….. *__*
Hehe, buku yang bermanfaat pasti nggak bakal saya swap kok mbak. Thanks udah komen ya :)
astridfelicialim | Juni 24, 2011 pukul 2:05 pm
menarik banget ya! oiya kalau baca review di koran2 gitu emang dalem banget ya…beda sama gaya kita para blogger buku yang happy-happy fun gitu =p
Sumber: surgabukuku.wordpress.com, posting 12 Juni 2011
No comments:
Post a Comment