Showing posts with label Panduan Resensi Buku. Show all posts
Showing posts with label Panduan Resensi Buku. Show all posts

19 June 2011

Bukan Sekadar Panduan

oleh m iqbal dawami

Masih bingung dan tidak tahu bagaimana meresensi buku? Bacalah buku ini! Ingin tahu rekam jejak sejarah resensi di Indonesia? Bacalah buku ini. Ya, buku ini mengandung dua hal itu. Jadi, boleh dikata buku ini merupakan kiat meresensi buku plus-plus. Kita tidak hanya diberi tahu bagaimana cara meresensi buku, tetapi juga informasi pelbagai kisah dunia resensi tempo doeloe di Indonesia. Gabungan keduanya menjadikan unik dan istimewanya buku ini. Haqqul yaqin, suatu hal yang tidak bisa ditemukan dalam buku-buku sejenisnya.

Buku yang ditulis oleh dua orang ini diawali dengan “iming-iming” manfaat dan keuntungan meresensi buku, dilihat dari sisi psikologi, jaringan, ekonomi, dan keilmuan. Meresensi memberi suntikan spiritualitas bagi penulisnya (psikologi), mengetahui bagaimana cara menulis buku (keilmuan), di samping mendapatkan kemasyhuran (jaringan), dan meraup rupiah (ekonomi).

Setelah itu, dijelaskan syarat sah dan rukun meresensi buku. Syarat sahnya cuma satu, yakni membaca. Ya, membaca buku yang hendak diresensi. Membaca hukumnya fardhu ‘ain. “Membaca bagi peresensi adalah pekerjaan mutlak. Bukan peresensi buku kalau tak membaca buku yang diresensinya.” (hlm. 23). Membaca tidak sembarang membaca. Membaca seorang peresensi itu membaca tingkat tinggi. Kedua penulis ini mengibaratkan mata baca seorang peresensi buku itu gabungan dari mata wisatawan dan mata seorang penyidik. Satu sisi memuji, sisi lain mengeritik. Boleh lah saya mengibaratkan hal yang senada, tangan kanan memberikan madu, tangan kiri menyuguhkan racun.

Sedang rukun meresensi buku yakni membuat judul menggugah, menaklukkan paragraf pertama, mengolah tubuh resensi, dan mengunci paragraf terakhir. Ada beberapa jenis judul yang kerap muncul di media massa yang bisa kita tiru, di antaranya: sarkastis; “Aku Menuduh Hamka Plagiat!” (Abdullah SP, Bintang Timur, 7 September 1962), ironi; “Cina, Komunis yang Pro-Adam Smith” (Elba Damhuri, Republika, 23 November 2008), dan tindakan tokoh; “Menyelami Pikiran Kiki Syahnakri” (Moh. Samsul Arifin, Jawa Pos, 18 Januari 2009).

Ada juga yang membuat judul dari segi waktu; “Hikayat Orang Indonesia di Negeri Belanda” (Ahmad Musthofa Haroen, Ruang Baca Koran Tempo, 4 Desember 2008), penulis; “Mencederai Kundera” (Nirwan Dewanto, Tempo, 22 Januari 2001), pertanyaan; “Siapa di Balik Kematian Tan Malaka?” (Yunior Hafidh Hery, Suara Pembaruan Online, 15 April 2007), metafora; “Menulis itu Seperti Para Darwis yang Menari sampai Trance” (Muhidin M Dahlan, Kompas, 1 Juli 2001), dan lain-lain.

Tak jarang orang masih bingung dan kesulitan bagaimana membuat kalimat pertama yang kemudian bisa dikembangkan menjadi sebuah paragraf. Tidak hanya itu, bagaimana membuat paragraf pertama yang membuat orang “jatuh cinta” pada pandangan pertamanya. Ya, paragraf pertama menurut penulis buku ini ibarat halaman rumah. Halaman harus asri nan elok dan memikat; tidak hanya bersih tapi juga harus sesuai “fengshui”-nya, agar orang merasa nyaman saat hendak memasuki rumahnya.

Pembahasan ini menjadi penting, karena ternyata dibutuhkan keahlian dalam membuka paragraf pertama. Penulis buku ini mengumpulkan model-model paragraf pertama yang kerap dipakai oleh para peresensi di pelbagai media massa, yaitu model tema dan metode, pertanyaan, penulis buku, gaya penulisan, deskripsi, kisah yang paling menarik, fisik buku, kritik, kutipan, keunggulan buku, perbandingan, angka unik, dan puisi. Tidak ada alasan lagi bukan untuk merasa kesulitan membuka paragraf pertama?

Tentu saja ada hal yang lebih penting lagi yaitu membuat tubuh resensi. Pembuatannya haruslah fokus, mengarah pada satu sasaran. Tubuh resensi bisa difokuskan pada soal jenis buku (Saleh A. Djamhari, Tempo, 04 Maret 1989), metode penulisan (Muhidin M Dahlan, Jawa Pos, 21 September 2008), tema (Redaksi, Tempo, 21 November 1992), bagian vital (Gatot Widayanto, Ruang Baca Koran Tempo, 28 Desember 2010), atau juga kisah pribadi peresensi yang dikaitkan dengan buku yang diresensinya (Hasan Aspahani, Ruang Baca Koran Tempo, 25 Februari 2009). Dan masih banyak lagi.

Setelah menyelesaikan tubuh resensi, kini tinggal mengunci paragraf terakhir. Paragraf ini berisikan tiga hal: pertama, kepada siapa buku tersebut ditujukan. Rincinya, buku tersebut pas untuk pembaca seperti apa, dilihat dari tema, isi, penyajian, atau bahkan nilai ekonomis. Kedua, kritikan. Hal ini bisa mengeritik pendekatan, terjemahan, desain, riset naskah, maupun tata bahasa. Ketiga, pujian, bisa memuji pendekatan, terjemahan, dan lainnya sebagaimana mengeritik.

Rukun yang terakhir adalah proses akhir penulisan resensi. Jika resensi sudah selesai, tugas selanjutnya adalah pengendapan. Silakan Anda beristirahat sampai pikiran Anda jernih kembali, entah itu tidur, jalan-jalan, maupun kegiatan lainnya. Nah, setelah segar, silakan lihat kembali resensi Anda secara keseluruhan untuk direvisi, siapa tahu ada yang harus dibenahi. Kedua penulis ini menyarankan dua hal dalam proses editing: membaca dengan mengeluarkan suara dan meminta orang lain untuk membacakannya.

Sebagaimana dikatakan di muka bahwa buku ini sejatinya bukan sekadar panduan meresensi buku, tetapi juga tempias dengan kisah-kisah seputar dunia resensi. Misalnya, resensi pembunuh buku yang legendaris yaitu resensi Puradisastra berjudul “Dari Barat, atau Islam?” (Tempo, 16 september 1978). Resensi tersebut membuat buku yang diresensinya ditarik kembali dari pasaran. Dahsyat, bukan? Atau resensi “Aku Menuduh Hamka Plagiat” (Bintang Timur, 7 September 1962) karya Abdullah SP. Resensi ini menyulut kontroversial selama bertahun-tahun. Mahadahsyat, bukan? Nah, data historis semacam itu menjadi kelebihan tersendiri buku ini.

Buku ini merupakan sumbangsih yang amat berharga bagi siapa saja yang mau belajar menulis resensi buku. Sebuah buku yang pantas dibaca juga bagi insan-insan peresensi buku, umumnya pencinta buku. Akhirul kalam, janganlah putus asa dan merasa tak punya bakat meresensi sebelum membaca buku ini. Iqra![]

Judul: Berguru Pada Pesohor; Panduan Wajib Menulis Resensi Buku
Penulis: Diana AV Sasa&Muhidin M Dahlan
Penerbit: 1#dbuku
Cetakan: I, April 2011
Tebal: 266 hlm.


M Iqbal Dawami, penikmat teh dan gogodoh.


Sumber: facebook, posting 17 Juni 2011

13 June 2011

Kesan-Kesan Pribadi

oleh: melmarian

Warning: INI BUKAN REVIEW.

Saya hanya akan menulis sekelumit kesan-kesan pribadi mengenai buku Berguru Pada Pesohor ini, karena bakal agak aneh kan kalau saya meresensi buku panduan meresensi buku? (mulai jelimet…)

Buku Limited Edition yang sukses bikin saya penasaran ini kemarin mendarat juga di tangan saya. Bikin penasaran karena buku ini mengupas teknik-teknik dan berbagai tips untuk meresensi buku. Dan tentu saja bikin penasaran karena daftar blog buku Indonesia yang dimuat di bagian akhir buku ini, walaupun sudah pernah melihat beberapa fotonya di note FB nya mbak Truly Rudiono, tapi tetep aja penasaran pingin lihat secara langsung:D

Keren kan kalo blog anda dimuat di buku (congkak mode on :D )

Sekilas membaca-baca sebagian isi buku ini, saya mengambil kesimpulan kalau buku ini sebenarnya diperuntukkan bagi mereka yang ingin menekuni resensi buku secara serius, dan arahnya lebih ke media cetak (koran berskala nasional atau daerah) ketimbang dunia maya.

Resensi-resensi yang dimuat sebagai contoh dalam buku ini pun kebanyakan adalah resensi buku-buku “kelas berat”, misalnya buku-buku Pramoedya Ananta Toer dan Goenawan Mohamad. Belum lagi berbagai buku non fiksi yang judulnya berbunyi seperti, “Abad Prahara, Ramalan Kehancuran Ekonomi Dunia Abad ke-21”, “Utang dan Korupsi Racun Pendidikan”, “Sosialisme Religius: Suatu Jalan Keempat”.

Aduh ampuuuuuuun, saya sejauh ini nggak sanggup melahap buku-buku macam beginiaaaannn….!!! Bisa jadi benar apa yang ditulis penyusun pada bab Halaman Resensi Buku di Internet tentang para blogger buku:

Mereka adalah generasi peresensi baru buku dengan menggunakan medium baru yang lebih egaliter dan lebih leluasa. Jika generasi peresensi lama masih memperebutkan halaman-halaman koran nasional dan daerah dengan mempertimbangkan selera redaktur buku masing-masing koran tersebut, maka generasi baru ini membaca buku dan menuliskannya kembali dengan semangat sangat personal tanpa takut tulisannya ditampik.
– hal. 239

Mereka adalah pembaca yang ingin bersenang-senang dengan buku. Mereka mencoba melihat buku sebagai barang mainan dan hiburan yang tak perlu dipandang berat, apalagi harus dilihat dengan kaca pembesar segala.
– hal.241


I read for fun! I read for pleasure! Saya yakin sebagian besar teman-teman blogger buku setuju dengan pernyataan saya ini.

Namun, teknik-teknik dan tips menulis resensi yang dijabarkan dalam buku ini benar-benar membantu mereka yang ingin belajar menulis resensi buku dengan baik dan benar (seperti saya). Walaupun (mungkin) tak ada niat untuk terjun dalam dunia resensi buku di media cetak, buku ini memberikan tambahan ilmu berharga bagi para pecinta buku yang suka menulis resensi.

Dan kedua penulis, Diana AV Sasa dan Muhidin M. Dahlan, sangat-sangat kompeten di bidangnya untuk menyusun sebuah buku seperti Berguru pada Pesohor ini.

Dan ternyata, saat membolak-balik halaman-halaman buku ini, saya beberapa kali ketemu dengan nama Hernadi Tanzil. Bahkan ada foto sang rahib 1 halaman penuh! Bisa ditebak deh bagaimana kiprah sang rahib dalam dunia resensi buku sampai namanya jadi sebeken itu. (hormat pada rahib, mohon ilmu… #edisi serial silat) =p

Oh ya, sedikit saja kritik tentang fisik buku… Bahan kertas covernya terlalu tipis, jadi gampang rusak. Judul bab yang ada di bagian kanan atas halaman kadang-kadang hurufnya tidak tercetak dengan benar (loncat). Juga ada beberapa foto yang dimuat di buku ini beresolusi rendah, jadi kurang enak dilihat, apalagi dalam warna hitam putih. Semoga menjadi masukan yang membangun buat penerbit.

Komentar:

Tanzil | Juni 12, 2011 pukul 2:18 pm

nah, dan akupun makin penasaran sama buku ini,… :)
btw, betul kata kutipan tadi yg bilang soal generasi baru para resensor buku di cyber
“generasi baru ini membaca buku dan menuliskannya kembali dengan semangat sangat personal tanpa takut tulisannya ditampik.”
saya pribadi sudah merasakan nikmatnya menulis resensi dia dua media , yaitu media cetak dan media cyber (blog) . Dari dua pengalaman itu saya berani mengatakan bawha kini saya lebih jatuh cinta menulis di blog walau gak dapet honor :) ) … hidup blogger buku! karena betul spt kata melisa “I read for fun! I read for pleasure! “


ana | Juni 15, 2011 pukul 9:01 am

eh om, harusnya kan dapet buku gratis secara fotonya udah terpajang 1 halaman penuh. :p


melmarian | Juni 15, 2011 pukul 11:34 am

Rahib emang bakal dapat buntelan buku ini kok… tapi entah kenapa nggak dateng2 :D

okta | Juni 12, 2011 pukul 3:02 pm

Sebagai peresensi amfibi yg menulis di dua dunia (kodok kalee), saya menyatakan menulis resensi di koran juga fun kok. Idealnya memang membaca buku dan menulis resensi karena memang menikmatinya. Harus coba dong mel, kirim resensi ke koran.

melmarian | Juni 14, 2011 pukul 11:16 am

Kepada peresensi amfibi. Untuk saat ini saya memilih untuk “berkarya” di blogosphere aja dulu deh, resensi di media cetak kok SCARY ya, jadi males bacanya :D
Mau coba kirim resensi ke koran pun bingung pake buku apa, biasanya resensi di koran mesti buku-buku yang berat…


Fanda | Juni 13, 2011 pukul 8:01 am

Yup! setuju denganmu dan rahib. Sekarang jamannya kebebasan berpendapat (kayak UUD’45 aja..), jamannya individu berpengaruh pada pendapat individu lainnya. Jadi, untuk resensi buku, secara pribadi aku malah gak terlalu suka baca resensi di media cetak. Terlalu “dipoles” menurutku. Baca resensi di blog lebih asyik karena isinya murni & jujur!
Hidup blogger buku!!


Novita | Juni 14, 2011 pukul 7:27 pm

betul sekali..lagipula diluar sana kan banyaaak bgt buku bagus yg layak diinformasikan buat pembaca yang gak satu selera sama redaktur media cetak.hihihi..

Sasa | Juni 20, 2011 pukul 9:52 pm

Terimakasih ulasannya. Buku ini available for swap kok. Saya lagi nyari buku lawas macam lima sekawan… boleh deh barter beberapa seri :-D

melmarian | Juni 21, 2011 pukul 7:41 am

Waaaa….. kedatangan penulis bukunya….. *__*
Hehe, buku yang bermanfaat pasti nggak bakal saya swap kok mbak. Thanks udah komen ya :)


astridfelicialim | Juni 24, 2011 pukul 2:05 pm

menarik banget ya! oiya kalau baca review di koran2 gitu emang dalem banget ya…beda sama gaya kita para blogger buku yang happy-happy fun gitu =p


Sumber: surgabukuku.wordpress.com, posting 12 Juni 2011

24 May 2011

Buku Sakti Para Resensor

oleh truly rudiono

Saya penggemar novel???

Hem…. Saya segera melirik rak-rak buku saya. Sepertinya disana juga ada buku agama, pengetahuan umum, motivasi, sejarah dan kamus. Ada satu lemari kecil dua susun khusus untuk buku-buku seputar Bahasa Mandarin. Geser sedikit ada bagian khusus untuk buku seputar wayang, disebelahnya berjejer cergam. Lalu ada satu rak khusus untuk buku-buku marketing. Di bagian bawahnya tersusun dengan rapi komik-komik. Tak ketinggalan buku-buku untuk swap. Sepertinya sih isi rak buku saya beragam.

Tapi tunggu sebentar……………….., saya mendadak melihat tumpukan PR. Mau tak mau saya jadi meringis sendiri melihat tumpukan buku yang harus saya resensi. 99,9% adalah novel. Walah! Pantas saja saya disebut penggemar novel. Padahal saya membaca apa saja asal bukan cerita menye-menye. Hanya saja memang saya lebih suka meresensi novel karena meresensi saya anggap sebagai hiburan. Buku motivasi misalnya, jarang saya resensi kecuali buku itu saya anggap memiliki pengaruh besar bagi diri saya.

Kalau mau ditilik ulang seluruh resensi saya, ada juga seputar pengetahuan umum, komik, manajemen serta undang-undang. Mungkin efek menjadi anggota Ordo Buntelan, sebutan Suhu Tanzil buat saya dan para sahabat, sebagian besar buntelan buku yang saya terima memang novel. Tapi minimal penulis buku ini tidak latah mengira saya seorang laki-laki.

Saat buku ini mendarat setelah melalui perjalanan panjang, saya langsung terpesona pada pemilihan kertas untuk kover. Sangat jarang kover menggunakan bahan seperti yang dipakai buku ini. Segera saya pamerkan ke salah satu sahabat yang juga memiliki penerbitan Dandy, biar dia tergoda. Pemilihan warna kover serta ilustrasi atau apalah namanya juga tak kalah menggoda.

Sayang…., kok tidak ada tanda tangan penulisnya yah? Sebagai buku yang dijual terbatas, tentunya dengan tambahan tanda tangan mereka yang berada di balik terbitnya buku ini akan memberikan nilai lebih. Tentunya selain isi buku yang memang unik.

Membaca buku ini membuat mata saya kian terbuka. Selama ini meresensi saya lakukan sebagai hiburan menyalurkan hobi dan ungkapan terima kasih kepada pemberi buku. Jarang sekali saya bersemangat mengirim ke media massa. Jika mengirim juga bukan mengharapkan pundi-pundi rupiah yang bakalan diterima. Tapi karena merasa buku itu sangat layak untuk disebarluaskan keberadaannya. Pola berpikir saya sedikit berubah setelah membaca buku ini.

Dalam buku ini, disebutkan juga hal mendasar mengenai perbedaan antara ringkasan buku (Book Report) serta resensi buku (book review). Kedua istilah ini umumnya dipakai di luar negeri, sementara untuk kawasan tanah air cukup dikenal resensi saja. Ringkasan buku berisi informasi mengenai penulis, judul, waktu dan tempat penerbitan serta tak ketinggalan isi buku. Sementara resensi buku lebih bersifat pribadi. Resensi mengandung isi seperti ringkasan, tapi mengulas lebih dalam serta memasukkan pendapat pribadi si pembuat resensi.

Secara garis besar buku ini bisa dijadikan panduan bagi mereka yang ingin menjadi seorang peresensi buku alias resensor, Sedangkan bagi yang sudah menggeluti dunia ini, anggaplah sebagai penyegaran serta ajang berbagai ilmu.

Sayangnya buku ini sedikit sekali mengulas mengenai bagaimana cara mempromosikan sebuah buku pada bagian penulis mengajak menerbitkan sebuah buku. Selama di GRI, saya berkesempatan bertemu dengan banyak penerbit dan toko buku sehubungan dengan tugas saya sebagai Koordinator Khusus Kerja Sama Penerbit dan Toko Buku. Beberapa mengeluhkan sulitnya menangani kegiatan pemasaran dan promosi bagi sebuah buku. Apalagi jika penulisnya adalah orang baru. Belum lagi kadang penulisnya juga tak mau bekerja sama membantu. Menyusun sebuah rencana pemasaran, bagaimana berpromosi serta apa yang harus dilakukan saat buku sudah ada sepertinya kurang dibahas secara mendalam.

Satu lagi tambahan informasi, belakangan ini ada bermunculan script Agency. Dengan bergabung kesebuah script Agency, maka petugas penulis hanyalah PENULIS sebuah buku apapun bentuknya, baik novel, puisi , buku memasak, kumpulan tips bahkan buku pelajaran. Semua sudah diatur oleh mereka. Penulis tinggal berkonsentrasi guna menghasilkan karya terbaiknya. Salah satu yang layak dilirik adalah Kurniaesa Script Agency.

Setiap orang memiliki berbagai macam gaya saat meresensi sebuah buku. Ada yang menggunakan bahasa sehari-hari alias bahasa pergaulan, ada juga yang menggunakan bahasa resmi. Cara penulisan juga bermacam-macam, ada yang mengulas isi buku secara berimbang, menambahkan pengetahuan sehubungan buku itu, atau sengaja membuat resensi pendek agar pembacanya penasaran akan isi buku itu. Dalam buku ini tentu saja juga diulas bagaimana meresensi dengan baik dan benar serta gaya dalam meresensi.

Sehubungan dengan buku ini, saya jadi teringat beberapa pertanyaan sahabat seputar bagaimana saya membaca dan meresensi buku. Untuk membaca sudah sering saya ungkapkan rahasia dapur saya. Sedangkan untuk resensi rasanya masih sungkan. Saya belumlah mendekati setengah dari para guru, masih perlu belajar banyak. Untuk kali ini anggaplah saya sedang mohon petunjuk mengenai cara saya meresensi di hadapan para master.

Untuk saya pribadi, ada beberapa hal saat HARUS saya lakukan saya membuat resensi.
Dari mana buku itu berasal, apakah hadiah atau hasil berburu ke toko buku. Mungkin orang akan menyebut saya bersikap tidak adil tapi memang begitulah adanya. Buku yang saya peroleh dari pemberian entah penerbit atau sahabat bagaimana pun isinya harus dibaca sampai tuntas dalam waktu singkat dan dibuatkan resensi.

Soal penilaian sebuah buku memang tergantung selera pembaca masing-masing. Tapi saya membaca dan meresensi sebagai ungkapan terima kasih atas hadiah yang dikirimkan. Untuk bisa meresensi artinya saya harus menuntaskan membaca buku itu. Dan entah bagaimana caranya saya juga harus bisa membuat resensinya.

Belakangan saya sangat bersyukur dengan banyaknya buntelan yang mendarat. Namun seiring waktu, saya mulai berbagi dengan para sahabat. Buku-buku yang bukan genre saya, jika dikirim oleh penerbit, dengan sepengetahuan mereka saya kirimkan kembali ke para sahabat yang saya yakini mampu meresensi buku dengan genre tersebut. Semua pasti senang! Buku tersebut berada di tangan orang yang tepat, diresensi dengan tepat dan saya juga tidak merasa bersalah melihat buku itu tertumpuk tanpa daya.

Namun jika buku yang saya baca merupakan hasil berburu ke toko buku tentunya perlakuannya akan beda. Andai ternyata tidak menarik, saya memang akan membacanya sampai tuntas, tapi tidak untuk meresensinya dengan panjang lebar. Paling saya cukup memberikan bintang dan komen singkat pada rak buku saya di GRI.

Berusaha menemukan kelebihan dan kekurangan buku itu secara adil. Bicara soal adil sepertinya sebuah hal yang teramat susah. Bagaimana bisa adil jika kita sangat menyukai sebuah buku. Pastilah yang ada hanyalah pujian setinggi langit! Cara yang saya tempuh adalah dengan menaikkan kadar kekaguman pada sebuah buku. Misalnya bintang 2 untuk buku yang saya sangat tidak mengerti isinya, bintang tiga untuk biasa saja, bintang empat untuk buku yang membuat saya terpesona, bintang lima untuk buku yang mampu memporak-porandakan emosi. Saya tidak akan memberikan bintang 1. Bagaimana pun juga usaha penulis untuk membuat sebuah buku serta upaya penerbit menghadirkan buku tersebut layak diberikan penghargaan 1 bintang, terlepas bagaimana isinya. Bintang itu diberikan tanpa melihat siapa penulis bukunya, yang saya lihat adalah isinya.

Sekedar info, buku yang paling saya sukai selama tahun 2011, sampai saat ini adalah Pearl of China dari Penerbit Qanita. Saya membaca sambil menangis tanpa perduli berada di transjakarta, membaca ulang tanpa jeda serta menangis saat mendiskusikan dengan seseorang. Menyentuh!

Tapi biar bagaimana saya juga manusia. Kadang dalam membuat resensi, saya tanpa sadar memasukan penilaian terlalu pribadi untuk sebuah buku. Misalnya saja saat buku besutan penulis favorit saya diterjemahan dengan bahasa yang kacau balau menurut versi saya. Langsung resensi saya sebagian besar berisi kekecewaan akan buku itu. Beberapa sahabat sempat menyebutkan bahwa itu resensi yang terlalu terbuka mengungkapkan kekecawaan terhadap sebuah buku. Untuk pihak penerbit berlapang hati menerima kritikan yang saya lontarkan dengan teramat sangat jujur. Belakangan gantian saya yang merasa tidak enak hati karena mereka tetap berbaik hati mengirimi saya buku.

Jika saya merasa tidak bisa menemukan kekurangan buku itu, maka saya mulai mengintip ulang resensi para sahabat. Menelaah ulang uraian mereka mengenai kekurangan buku. Biasanya saya menemukan beberapa point yang lolos dari pengamatan saya yang terlalu terpesona akan isi sebuah buku.

Resensi itu harus memberikan pengetahuan tambahan selain menguraikan isi cerita. Itu sebabnya saat membuat resensi sebuah buku saya membutuhkan waktu yang lebih lama dari pada membaca sebuah buku. Dari sebuah buku yang ada, saya mencari kira-kira sisi mana yang bisa ditonjolkan sebagai tambahan pengetahuan. Kadang butuh lebih dari 2 buku referensi untuk membuat sebuah resensi pendek. Belum lagi waktu yang dibutuhkan untuk jalan-jalan di dunia maya.

Contohnya saat membuat resensi buku Wolfsangel. Awalnya ketebalan buku membuat saya meringis, apalagi kisahnya termasuk sedikit suram.Ternyata kisahnya cukup menawan walau memang berkesan suram dan kejam. Buku tersebut ternyata sarat akan nuansa rune, yang membawa kesan magis dalam cerita. Maka tambahan pengetahuan seputar rune sepertinya layak diberikan untuk para sahabat pembaca resensi saya.

Dengan membaca resensi Wolfsangel, selain memahami kisah seputar manusia setengah dewa yang dibesarkan oleh serigala serta kembarannya, pembaca akan mengerti asal usul rune, apa manfaatnya serta bagaimana cara mendapatkan rune. Pengetahuan dan hiburan diperoleh bersamaan dengan sekali membaca resensi.

Pembaca dibuat tertarik untuk membeli dan membaca buku yang diresensikan. Resensi sering dijadikan ajang promosi oleh para penerbit, sepertinya itu sudah menjadi rahasia umum. Para penerbit sering mengirimkan buku untuk diresensi dengan harapan pembaca resensi tertarik untuk membeli dan membaca buku itu. Sasaran promosi memang tidak hanya pembaca buku saja. Mungkin saja buku itu dibeli untuk diberikan sebagai hadiah bagi seseorang.

Bagi saya, resensi dibuat agar para sahabat bisa ikut menikmati sebuah cerita yang menarik. Mereka tidak harus membaca sebuah karya yang kurang layak dibaca, tentunya semuanya dari sisi saya. Mereka boleh setuju boleh saja tidak, minimal mereka mendapat gambaran mengenai cerita yang ada dalam sebuah buku.

Jika kebetulan ada dana yang berlebih, semoga mereka bisa mengalihkan dana tersebut untuk membeli buku yang saya resensi dan memasukannya dalam koleksi pribadi mereka. Jika mereka bukan pembaca hanya kebetulan mampir membaca resensi saya, semoga mereka tertarik dan membeli untuk para kerabat yang menurut mereka layak diberikan buku itu. Syukur malah jadi ikutan suka membaca.

Ciri khas itu resensi buatan saya. Dari sisi marketing, sebuah produk baik harus memiliki suatu sisi khas yang membedakan dengan produk lain agar mampu bersaing di pasaran. Demikian juga dengan resensi yang saya buat! Resensi merupakan produk dari olah pikir. Dibutuhkan proses panjang untuk bisa membuat sebuah resensi. Proses yang saya lalui untuk membuat resensi dimulai dari membaca buku, memberi tanda hal-hal yang menarik, mencari referensi,merangkai kata-kata, men-scan gambar, terakhir menyusun tampilan agar menarik.

Ada dua yang menjadi ciri saya saat membuat resensi buku. Pertama adalah kalimat pembuka yang diambil dari kata-kata yang saya anggap mampu menarik perhatian pembaca. Setelah perhatian didapat, sisanya tinggal membuat pembaca betah membaca resensi saya. Pemilihan ini saya lakukan karena ingin menerapkan prinsip marketing.

Pada halaman 127 tertulis, ” Jenis lead ini adalah yang paling sering dan umum digunakan banyak penulis karena menjadi penyelamat ketika mati-gaya tak menemukan paragraf pertama yang menyentak. Baiklah jika dianggap begitu ^_^ Tapi memang itulah ciri saya, bukan karena mati gaya lho he he he.

Ciri kedua adalah membuat resensi dalam bentuk cerita. Yang sudah sering saya gunakan adalah kisah tentang seorang wanita paruh baya yang biasa dipanggil grandnie. Grandnie ini mempunya satu putra tunggal dan seorang cucu kesayangan yang kelak akan mewarisi perpustakaan pribadinya. Perpustakaan itu bukan sembarang perpustakaan, tapi sebuah perpustakaan pribadi yang menjadi impian semua penggemar buku, dari koleksi, fasilitas serta sistem keamanan. Namanya juga cita-cita boleh khan dirintas dari sekarang. Dialog antara grandnie dan cucu kesayangannya yang berisi resensi buku.

Dalam buku ini terdapat daftar alamat penyedia resensi buku di internet. Ada partner in crime and my beloved sista, dengan buntelan buku-nya. Ada guru-guru saya, Ibu Peri Endah S dan Suhu Tanzil, saudara sebuku di GRI seperti Amang dan Helvry Ada juga beberapa sahabat di dunia maya yang belum pernah saya temui secara fisik tapi sudah merasa dekat dihati (ehem). Untuk yang satu ini, saya harus mengucapkan terima kasih kepada jagoan neon yang membuatkan bloq, walau tujuan awalnya hanya untuk mendapat tambahan uang jajan. Xiexie baupe...!

Tapi beberapa sahabat yang lain seperti Luckty belum saya temui namanya dalam buku ini. Mungkin saat cetakan kedua data yang ada sudah kian terkini..

Tersedia juga daftar berbagai media massa yang menyediakan kolom resensi, walau dengan aneka nama. Wah bisa saja kelak salah seorang sahabat menulis resensor pada kolom pekerjaannya. Apa sih yang tidak mungkin jika kita yakin bisa.

Judul: Berguru pada Para Pesohor
Penulis: Diana AV Sasa, Muhidin M. Dahlan
Pewajah Isi: Cahyo Purnomo Edi
Pewajah Sampul: Eddy Susanto
Pemeriksa Aksara: Gita Pratama
Halaman: 254
ISBN: 978-602-98997-0-2
Cetakan: I, April 2011
Penerbit: 1 # dbuku
Harga: Rp 50.000


KOMENTAR-KOMENTAR

helvry mengatakan...
wahahahaa....bener mba Truly..butuh lebih dari dua buku dan waktu lebih dari dua hari untuk membuat review yang lumayan.
ngomong2 salah nama, saya juga sering dikira mbak helvy. wekekekekek

23 Mei 2011 11:13

Review Buku mengatakan...
Bayangkan! Saya baru saja memulai menulis blog tentang review buku dan saya mendapatkan informasi tentang bagaimana cara mereview yang baik di blog ini! Baris yang baru bagi saya adalah: Ringkasan buku berisi informasi mengenai penulis, judul, waktu dan tempat penerbitan serta tak ketinggalan isi buku. Sementara resensi buku lebih bersifat pribadi. Resensi mengandung isi seperti ringkasan, tapi mengulas lebih dalam serta memasukkan pendapat pribadi si pembuat resensi.. Saya menamai blog saya Review Buku, tapi gaya "Review" saya malah masih "Report".
Terima kasih informasinya. Oh ya. Please FOLLOW balik ya! makasih

23 Mei 2011 11:20

Truly Rudiono mengatakan...
@Helvry: yah begini nasib kitaaaaaa ^_^
@Review Buku
he he he saya juga justru sangat jarang terlalu memberikan penilaian pribadi kar ngak mau dikira menggurui or sok tahu
Siip segera follow yah Mas
BTW enggak ada FB biar lebih sering membagi gosip dunia buku
23 Mei 2011 18:21


http://trulyrudiono.blogspot.com/

05 May 2011

Panduan Wajib Meresensi Buku

Judul: Berguru Pada Pesohor, Panduan Wajib Menulis Resensi Buku Penulis: Diana AV Sasa, Muhidin M Dahlan Penerbit: d:buku dan I:BOEKOE Tebal: 265 hlm Ukuran: 13 x 20 cm (Paperback) ISBN: 978-602-98997-0-2 Harga: Rp 60.000 (belum termasuk ongkos kirim) LIMITED EDITION

Resensi bukan semata timbangan buku yang menjadi promosi, melainkan juga sebuah pengadilan atas sebuah buku. Melalui resensi nasib sebuah buku ditentukan takdirnya, cacat atau hidup mulus.

Di sini, penulis resensi dituntut bermata ganda: mata seorang wisatawan dan sekaligus penyidik.

Buku panduan menulis resensi ini mencoba merumuskan tahapan-tahapan penulisan resensi dari awal persiapan hingga akhir menjadi buku. Disertai pula contoh-contoh yang diambil dari resensi beberapa penulis ternama di Indonesia, mulai dari Tirto Adhi Soerjo, Abdullah SP, Boejong Saleh, hingga Budi Darma, Goenawan Mohamad, dan Syahrir.

Ada pula tips-tips praktis di setiap pokok bahasan.


Daftar Isi

KATA PENGANTAR » 5

APA, MENGAPA RESENSI » 12

Apa Resensi Buku Itu? » 13
Ringkasan Buku (Book Report) dan Resensi Buku (Book Review) » 14
Untuk Apa Resensi? » 14
Apa Bedanya Dengan Artikel? » 18

PERSIAPAN-PERSIAPAN » 20

Memilih » 20
Baru Atau Lama » 22
Membaca » 23
Daftar Pertanyaan Interogratif » 24

KARTU TANDA BUKU » 28

Penerbit » 30
Media Massa » 31

MODEL-MODEL RESENSI » 33

Model Rangkuman » 34
Model Resensi Lebih Dari Dua Buku » 36
Buku Sebagai Catatan Perjalanan » 41
Model Kritik » 43
Model Cerita » 54

MEMBUAT JUDUL MENGGUGAH » 57

Sarkastis » 65
Ironi » 69
Tindakan Tokoh » 70
Waktu/Silsilah » 72
Penulis » 73
Serial » 76
Poin Terpenting, Eye Catching » 77
Pertanyaan » 78
Metafora » 79
Mengolah Judul Buku » 81
Istilah Populer » 85
Penjelasan, Keluasan, Dan Peristiwa Buku » 86
Geografi/Tempat » 87
Kontradiksi » 87
Penekanan Dan Definitif » 89

MENAKLUKKAN PARAGRAF PERTAMA » 92

Tema dan Metode » 93
Pertanyaan » 97
Penulis Buku » 104
Gaya Penulisan » 112
Deskripsi » 116
Kisah Yang Paling Menarik » 120
Fisik Buku » 121
Kritik » 124
Kutipan » 127
Keunggulan Buku » 136
Perbandingan » 140
Angka Unik » 143
Puisi » 143

MENGOLAH TUBUH RESENSI » 146

Jenis Buku » 147
Metode Penulisan » 150
Tema » 152
Bagian Vital » 157
Karya-Karya Lain Penulis Yang Sama » 159
Cerita Yang Menonjol » 161
Kebaruan Dan Keunikan Tema » 166
Titik Perdebatan » 168
Kritik » 173
Cacat Buku » 178
Kisah Pribadi Peresensi dan
Buku yang Diresensinya » 188

MENGUNCI PARAGRAF TERAKHIR » 192

Kepada Siapa Buku Ini » 193
Kritik-Kritik » 194
Pujian » 201

PROSES AKHIR » 206

MENERBITKAN ANTOLOGI RESENSI BUKU » 210

Mengumpulkan Serpihan » 213
Terbitkan Bukumu » 215
Bagaimana Mendapatkan ISBN? » 219
Persyaratan Yang Mesti Disiapkan » 220
Promosi Buku » 221

KOLOM RESENSI DI MEDIA MASA » 222

Media Massa » 222
Radio » 235
Televisi » 237

HALAMAN RESENSI BUKU DI INTERNET » 239

BUKU RESENSI BUKU » 257

PROFIL PENULIS » 265

————————————

BUKU INI DICETAK TERBATAS. TERTARIK? BEGINI CARA PEMESANANNYA:

1. Bagi yang tinggal di Surabaya bisa datang sendiri ke DBUKU BIBLIOPOLIS di Jalan Karangrejo VI No 5, Wonokromo, Surabaya 60243. Telp 031-8285953
2. Bagi yang memesan via HP/email, silakan hubungi no: 085733336342 (Diana), Email: dbuku.dbuku@gmail.com.

Sumber: Portal indonesiabuku.com