Ihran, demikian saya memanggil nama sepupu saya yang bernama Ibrahim itu. Usianya sama dengan saya. Artinya, saya dengannya sepantaran dan menjadi teman main. Ia pemberani dan jagoan. Ketika main umbul (nombua gambara) atau adu kelereng (nogoli), Ihran adalah pelindung saya ketika tanding dengan orang-orang di kampung atas (to pandake). Maklum, saya memang lemah fisik ketika kecurangan berakhir dengan perkelahian.
Tatkala musim panen cengkeh tiba, kerap Ihran saya mintai tolong memindahkan tangga bambu yang saya naiki untuk memetik buah di pucuk-pucuk pohon cengkeh. Laki-laki yang berjalan dengan kaki "o" ini juga sesekali membantu memundaki sekarung pupuk cengkeh bila pundak saya tak sanggup menggotong hasil petikan cengkeh itu.
Bila haus dan ingin minum kelapa muda; Ihran bisa sangat sigap naik ke atas pohon kelapa tanpa menggunakan tangga. Tatkala ingin makan mangga -- di kebun saya tak ada mangga dan juga tak ada uang untuk membelinya -- Ihran adalah teman yang sangat bisa dipercaya untuk mendapatkannya. Banyak cara dilakukannya. Sesekali mencurinya di halaman guru ngaji saat tengah malam sepulang dari bioskop; tapi lebih banyak bertualang dari sawah-sawah yang jauh untuk melempar mangga-mangga raksasa dengan potongan-potongan kayu.
Jika saya ke rumahnya, Ihran dengan saudara-saudaranya yang lain begitu ramah mengajak ke kebun belakang rumah untuk memungut buah dukuh dan atau jambu merah. Tapi jika bermain sepakbola, Ihran adalah pemain buruk. Sukanya main fisik saja. Beda dengan kakaknya, Ihlas, yang memiliki kelebihan untuk "membawa-bawa" (drible) bola. Tapi justru senang main fisik, ia menjadi pagar pertahanan yang ditakutkan. Selain memang, seperti saya katakan sebelumnya, Ihran pemberani dalam soal berkelahi. Tegang di lapangan bola darurat di pinggir pantai sore hari, biasanya dilanjutkan dengan adu jotos di malam harinya.
Persahabatan saya berakhir dan merenggang ketika saya memilih melanjutkan studi di Sekolah Teknologi Menengah (STM) di Kota Palu. Dan ingatan tentangnya meredup tatkala saya tinggal di Yogyakarta dua tahun sebelum Harto tumbang.
Pada akhir 2013 saya kembali lagi di kampung. Bertemu dengannya. Wajahnya tampak kuyuh menahan kesakitan. Kata ino (ibu) saya, Ihran terkena penyakit ambeien. Dan dia tinggal seorang diri dalam rumah peninggalan orang tua. Bapak dan ibu telah tiada. Sementara saudara-saudaranya sudah tinggal bersama keluarganya di rumah masing-masing.
Ihran, sahabat saya ini, menanggungkan derita di fisiknya yang layu setelah tenaganya terhisap di perkebunan Sawit di Malaysia. Ia adalah prototipe pengadu nasib di Negeri Jiran yang boleh dibilang gagal total. Masuk secara ilegal dari Nunukan dan pulang membawa sakit. Di kampung, ia seperti jagoan yang kalah segala-galanya. Ino saya bilang ketika saya dan dirinya berada dalam satu meja makan menghadapi lauk ikan katombo pada akhir 2013: "Kalau lapar jangan sungkan-sungkan ke rumah."
Ya, keluarga kami adalah keluarga yang paling dekat dengan Ihran. Bahkan dalam berkebun cengkeh, kebun kami berdekatan. Ketika sapi ambo saya hilang, juga berbarengan dengan sapi keluarga Ihran ini. Alap-alapnya memilih satu paket. Ayah Ihran adalah kakak ibu saya. Dan dalam keluarga Lasapareng yang berjumlah 7 orang itu, yang tersisa tinggal ibu saya setelah 2014 paman saya, Ardin Lasapareng juga dipanggil menghadap Maha Kuasa akibat komplikasi lambung.
Tapi pagi 11 Januari 2015, kabar buruk dari Tondo, kampung saya, datang. Ihran hilang di Bambana yang memang dasarnya penuh lumpur karena banjir besar. Bambana sudah beberapa kali menghisap korban; namun saya tak mereken sama sekali bahwa jagoan teman bermain semasa kecil saya ini juga menyerahkan kehidupannya yang letih di Bambana yang di musim kemarau tampak terlihat enteng.
Ihran, sahabat saya yang jagoan ini, betul-betul mengalami kekalahan hidup yang bertumpuk. Ekonomi hidupnya yang memburuk setelah pulang dari Malaysia. Ditambah ia juga gagal dalam asmara. Bambana menghisap semua kekalahan itu.
Dan di Kembaran Bantul, Yogyakarta, saya mengingat lagi sahabat saya di Desa Tondo, Kecamatan Sirenja, Kab Donggala, Sulawesi Tengah itu sambil telinga saya sayup-sayup diiringi lagu God Bless yang menggigirkan hati, "Syair untuk Sahabat":
Tak pernah terbayangkan dalam kegelapan, menakutkan
Keheningan, menyesatkan
Tanpa harapan untuk bertahan
Menyedihkan
Bagai akhir kehidupan
Impian hilang
Tak ada lagi damai dalam kehampaan
Semua kelam
Terpacu kutenggelam karam
Dalam kehampaan
Semuanya hitam
Menyakitkan
Bagai bulan tanpa malam
Temaram, HILANG
Selamat jalan sahabat saya yang menemani kehidupan saya di alam kampung. Seperti syair God Bless, saya pun mesti membuka dan menatap Ihran dengan senyuman. Sebab yang dibutuhkannya kesejukan, dan bukan hinaan.
Bambana Desa Tondo, Kec Sirenja, Kab Donggala, Sulawesi Tengah "Kawan saat musim kemarau, Maut saat musim hujan" |
NOTE
Harian Kompas, Edisi 12 Januari 2015 di halaman "Nusantara" mengabarkan kematian Ihran dan bencana banjir yang menghantam 6 kecamatan di sepanjang Pantai Barat, Kab Donggala: "Satu Tewas, 125 Rumah Rusak di Donggala"
PALU, KOMPAS — Hujan deras yang mengguyur wilayah Donggala bagian utara, Sulawesi Tengah, biasa disebut pantai barat, Sabtu (10/1), menyebabkan daerah itu dilanda banjir bandang. Ibrahim (34), warga Desa Tondo, Kecamatan Sirenja, tewas terseret arus. Sebanyak 125 rumah di empat kecamatan berbeda rusak parah.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Donggala Akris Fattah, saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Senin siang, menyampaikan rumah rusak tersebut tersebar di Kecamatan Sojol, Sirenja, Labuan, dan Tanantovea.
Di Sojol, banjir melanda Desa Balukang 2. Delapan rumah rusak parah dan rumah lain terendam. Di Sirenja, 68 rumah warga Desa Tondo rusak parah, terutama bagian dapur. Sementara di Desa Labuan Kungguma, Kecamatan Labuan, 29 rumah rusak. Banjir juga merusak 20 rumah di Kecamatan Tanantovea.
”Desa-desa tersebut berada di sekitar sungai. Air yang menerjang permukiman berasal dari luapan sungai,” kata Akris.
Ia menambahkan, sebagian besar warga yang rumahnya rusak mengungsi ke rumah keluarga. Ada juga yang memakai fasilitas umum, misalnya sekolah dan masjid, untuk pengungsian.
”Kami sudah turunkan bantuan, seperti kebutuhan pokok. Alat-alat berat juga telah dikerahkan ke lokasi untuk mengangkat material di permukiman. Sejumlah sungai akan didata untuk dinormalisasi,” tutur Akris.
Selain menyebabkan banjir, hujan pada Sabtu lalu mengakibatkan longsor di jalan Trans-Sulawesi poros Palu dan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong. Ruas ini merupakan jalur utama transportasi baik ke sejumlah ibu kota kabupaten di Sulteng ataupun provinsi lain, seperti Manado (Sulawesi Utara) dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Sejumlah alat berat masih dioperasikan untuk mengangkut longsoran. Kendaraan menggunakan jalur alternatif Palu-Tolitoli, Kabupatan Tolitoli.
Bantuan bibit
Menyikapi gagal panen akibat banjir, Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Timur (NTT) segera memberi bantuan bibit dan benih bagi warga petani yang terdampak banjir akibat meluapnya Sungai Benanain di Kabupaten Malaka, wilayah batas RI dan Timor Leste.
”Kami masih menunggu laporan dari masyarakat Malaka terkait kebutuhan tanaman pertaniannya yang rusak diterjang banjir sehingga bantuannya bisa berguna,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT Anis Tay Ruba di Kupang, Senin.
Anis mengatakan, hal itu dilakukan pemerintah untuk menjawab persoalan warga Malaka yang dipastikan gagal panen akibat rusaknya tanaman pertanian karena terjangan banjir Sungai Benanain.
Untuk itu, setiap daerah yang terkena dampak banjir yang berakibat pada gagal panen harus memberikan laporan resmi dan rinci terkait kebutuhan yang diharapkan. ”Dari catatan kebutuhan itulah, intervensi dapat dilakukan melalui bantuan reguler 2015 ini,” lanjut Anis.
Banjir di Kudus, Jawa Tengah, mengakibatkan sejumlah sekolah di Kecamatan Bae meliburkan para siswa hari ini. Banjir yang melanda beberapa desa, seperti Desa Ngembalrejo (Kecamatan Bae) serta Desa Kirig dan Mejobo (Kecamatan Mejobo), memang tidak sampai mengakibatkan rumah warga terendam. Namun, jalan desa tergenang hingga sekitar 30 sentimeter.
Guru Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum Ngembalrejo, Agus Marjuki, di Kudus, Senin, mengatakan terpaksa memulangkan siswa karena khawatir genangan air tambah tinggi. Pengalaman sebelumnya, katanya, banjir bisa mencapai 1 meter lebih sehingga menggenangi semua kelas.
Sementara itu, ratusan rumah di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, terendam banjir setinggi 0,5 meter hingga 1 meter akibat luapan Sungai Batang Serangan dan air laut pasang yang datang ke kawasan itu.
”Benar ada beberapa desa di Kecamatan Tanjungpura yang terkena banjir karena meluapnya sungai dan pasang laut,” ujar Camat Tanjungpura Surianto di Tanjungpura, Senin.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Donggala Akris Fattah, saat dihubungi dari Palu, Sulteng, Senin siang, menyampaikan rumah rusak tersebut tersebar di Kecamatan Sojol, Sirenja, Labuan, dan Tanantovea.
Di Sojol, banjir melanda Desa Balukang 2. Delapan rumah rusak parah dan rumah lain terendam. Di Sirenja, 68 rumah warga Desa Tondo rusak parah, terutama bagian dapur. Sementara di Desa Labuan Kungguma, Kecamatan Labuan, 29 rumah rusak. Banjir juga merusak 20 rumah di Kecamatan Tanantovea.
”Desa-desa tersebut berada di sekitar sungai. Air yang menerjang permukiman berasal dari luapan sungai,” kata Akris.
Ia menambahkan, sebagian besar warga yang rumahnya rusak mengungsi ke rumah keluarga. Ada juga yang memakai fasilitas umum, misalnya sekolah dan masjid, untuk pengungsian.
”Kami sudah turunkan bantuan, seperti kebutuhan pokok. Alat-alat berat juga telah dikerahkan ke lokasi untuk mengangkat material di permukiman. Sejumlah sungai akan didata untuk dinormalisasi,” tutur Akris.
Selain menyebabkan banjir, hujan pada Sabtu lalu mengakibatkan longsor di jalan Trans-Sulawesi poros Palu dan Parigi, Kabupaten Parigi Moutong. Ruas ini merupakan jalur utama transportasi baik ke sejumlah ibu kota kabupaten di Sulteng ataupun provinsi lain, seperti Manado (Sulawesi Utara) dan Makassar (Sulawesi Selatan).
Sejumlah alat berat masih dioperasikan untuk mengangkut longsoran. Kendaraan menggunakan jalur alternatif Palu-Tolitoli, Kabupatan Tolitoli.
Bantuan bibit
Menyikapi gagal panen akibat banjir, Dinas Pertanian dan Perkebunan Nusa Tenggara Timur (NTT) segera memberi bantuan bibit dan benih bagi warga petani yang terdampak banjir akibat meluapnya Sungai Benanain di Kabupaten Malaka, wilayah batas RI dan Timor Leste.
”Kami masih menunggu laporan dari masyarakat Malaka terkait kebutuhan tanaman pertaniannya yang rusak diterjang banjir sehingga bantuannya bisa berguna,” kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTT Anis Tay Ruba di Kupang, Senin.
Anis mengatakan, hal itu dilakukan pemerintah untuk menjawab persoalan warga Malaka yang dipastikan gagal panen akibat rusaknya tanaman pertanian karena terjangan banjir Sungai Benanain.
Untuk itu, setiap daerah yang terkena dampak banjir yang berakibat pada gagal panen harus memberikan laporan resmi dan rinci terkait kebutuhan yang diharapkan. ”Dari catatan kebutuhan itulah, intervensi dapat dilakukan melalui bantuan reguler 2015 ini,” lanjut Anis.
Banjir di Kudus, Jawa Tengah, mengakibatkan sejumlah sekolah di Kecamatan Bae meliburkan para siswa hari ini. Banjir yang melanda beberapa desa, seperti Desa Ngembalrejo (Kecamatan Bae) serta Desa Kirig dan Mejobo (Kecamatan Mejobo), memang tidak sampai mengakibatkan rumah warga terendam. Namun, jalan desa tergenang hingga sekitar 30 sentimeter.
Guru Madrasah Ibtidaiyah Darul Ulum Ngembalrejo, Agus Marjuki, di Kudus, Senin, mengatakan terpaksa memulangkan siswa karena khawatir genangan air tambah tinggi. Pengalaman sebelumnya, katanya, banjir bisa mencapai 1 meter lebih sehingga menggenangi semua kelas.
Sementara itu, ratusan rumah di Tanjungpura, Langkat, Sumatera Utara, terendam banjir setinggi 0,5 meter hingga 1 meter akibat luapan Sungai Batang Serangan dan air laut pasang yang datang ke kawasan itu.
”Benar ada beberapa desa di Kecamatan Tanjungpura yang terkena banjir karena meluapnya sungai dan pasang laut,” ujar Camat Tanjungpura Surianto di Tanjungpura, Senin.
No comments:
Post a Comment