::rasti nurfaidah
Kasus perkosaan dalam novel Adam dan Hawa karya Muhidin M. Dahlan menimpa tokoh Maia yang merupakan wanita pertama sebelum terciptanya Hawa, pasangan Adam di Surga. Novel yang mengambil latar masa penciptaan Adam di surga itu mengisahkan penderitaan seorang Maia, wanita yang cantik dan penuh gelora, yang merasa telah dilecehkan oleh “suaminya”, Adam. Ia dipaksa tinggal di dalam sebuah rumah milik Adam dan menjadi pemuas nafsu lelaki perdana itu. Maia merasa tersiksa karena tidak pernah mendapat sentuhan kasih sayang dari lelaki yang senantiasa menggunakan tubuhnya hampir tiada henti itu. Ia tidak pernah merasakan udara kebebasan. Laksana korban sebuah aksi penculikan, Maia disekap dan tidak pernah diperkenalkan dengan lingkungan sekitar. Maia merasa dirinya hanya diperlakukan sebagai budak seks lelaki “pejantan tangguh” itu. Hal itu terungkap dalam kutipan kata-kata Maia berikut.
“Kau tahu Adam, siang malam tak berjumlah, aku tiada lain tak pernah merasa mendapatkan cinta. Aku jadi sandera yang tak boleh melihat dan disentuh oleh matahari. Bukankah itu kehidupan yang terkutuk?
“Aku tak mengerti, Maia. Apa yang kau maksud dengan tak dapat cinta?”
“Kau memang tak akan pernah mengerti. Oh, ternyata di siang malam tak berbilang itu aku telah diperkosa lelaki bodoh.” (Dahlan, 2005:48)
Tekanan batin yang menderanya itu menimbulkan dendam di dalam kalbu sang bidadari. Dendam itu lama kelamaan semakin tertancap kuat di dalam jiwanya. Batin Maia bergejolak. Ia memberontak kepada Adam. Adam murka luar biasa. Maia yang sudah tidak tahan akhirnya melarikan diri. Pelariannya berakhir di rumah “adik iparnya” Idris. Idris tidak lain adalah adik Adam sendiri. Bersama Idris Maia seakan sedang menjadi ratu di istana batu. Idris senantiasa memenuhi setiap “keinginan” Maia.
Hubungan mereka membuahkan seorang anak perempuan yang bernama Marfu’ah. Sejak kecil Maia mendidik anaknya untuk menjadi pembalas dendamnya. Untuk itu, ia tidak segan-segan menyingkirkan Idris dari rumah itu. Setelah itu, status Idris tidak ubahnya seperti upik abu demi memenuhi kebutuhan sang majikan. Bahkan, Idris harus rela kehilangan kejantanannya ketika dikebiri oleh Maia.
Perjuangan Maia pun berhasil. Marfu’ah tumbuh menjadi bidadari jelita yang siap menghunuskan pisau tajam di balik keindahannya itu. Namun, kekejamannya itu hanya berlaku untuk seorang lelaki bernama Adam. Sebelum hari eksekusi sang Adam, Marfu’ah sempat dinikahkan dengan Khabil, putra Adam dan Hawa yang sempat berhubungan intim dengan Maia. Marfu’ah dilarang berhubungan badan dengan suaminya selama 15 hari pertama perkawinannya. Tepat pada hari ke-15, Marfu’ah melaksanakan hari eksekusi bagi sang Adam. Dirayunya sang Adam yang tidak mengenali keponakannya sendiri. Adam pun terhanyut dan tergoda oleh bidadari muda itu. Di tengah percintaan mereka, tanpa diketahui sang Adam, Marfu’ah menghunuskan sebilah batu tajam ke dada sang pejantan hingga isi tubuhnya terburai melalui sebuah luka yang menganga berlumur darah. Adam mati di tangan keponakannya sendiri.
....
Dari ulasan tersebut, penulis dapat menggambarkan bahwa peristiwa pemerkosaan itu akan menorehkan luka dan trauma yang tidak ringan di dalam kehidupan seorang wanita. Peristiwa itu merupakan pengubur sadis impian sang bidadari untuk bersanding dengan pangeran idamannya. Peristiwa itu juga dapat memicu seorang wanita yang semula lembut hati dan penuh cinta berbalik menjadi penjahat elit berotak cerdas, seperti Maia. Penyekapan dan pemerkosaan yang sekian lama dialaminya telah mengubah pandangannya terhadap kaum lelaki dan seks. Ia memandang lelaki sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang egois dan pengumbar nafsu syahwat murahan belaka. Ia tidak ingin mengagungkan kaum Adam itu. Maia hanya ingin menguasai mereka. Ia berhasil menguasai Idris yang telah bersedia memberinya jalan untuk membalaskan dendamnya kepada sang Adam. Ia juga berhasil menguasai Khabil, menantunya, untuk tetap tinggal bersamanya ketika hari eksekusi bagi Adam tiba. Ia juga berhasil menguasai Marfu’ah sebagai gadis jelita yang sangat patuh kepada ibunya.
....
Berdasarkan uraian tersebut dapat penulis simpulkan bahwa pemerkosaan merupakan peristiwa paling mengerikan dalam hidup seorang wanita. Peristiwa itu dapat mengubah persepsi seorang wanita terhadap kaum lelaki dan seks. Pada umumnya wanita korban perkosaan menganggap bahwa kaum lelaki sama saja dengan lelaki yang pernah menodainya, buruk, brutal, dan sadis. Sementara itu, pandangan mereka terhadap seks pun mengalami pergeseran. Seks bukan merupakan sesuatu yang indah, melainkan merupakan sesuatu yang mengerikan. Hanya segelintir wanita yang sanggup bangkit dari keterpurukan pascapemerkosaan tersebut. Hal itu tercermin dalam diri tokoh Karmila dan Maia.
No comments:
Post a Comment