::kisdiantoro, tribun jabar
BANDUNG, TRIBUN- Muhidin M Dahlan mengaku tak menyangka bahwa buku karyanya berjudul "Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Pelacur!" mengundang banyak reaksi.
Di Jawa Timur dan Jawa Tengah buku ini dilarang beredar, namun sempat dibahas di berbagai perguruan tinggi yang ada di sana.
"Saya tidak menyangka buku ini akan menjadi fenomena karena terus terang, dalam menulis buku ini saya hanya beritikad menulis pengalaman rekan saya, bukan untuk merusak aliran agama apalagi sampai menyinggung agama Islam," jelas Muhidin dalam bedah buku yang diselenggarakan Universitas Islam Bandung (Unisba) di Aula Unisba dalam rangka Parade Bedah Buku Milad Unisba ke 50, Selasa (12/8).
Lebih lanjut diceritakan dia, tulisan dalam bukunya menceritakan pengalaman tentang luka seorang muslimah yang membuat hatinya begitu frustasi, marah, putus asa hingga menentang Tuhan dengan keputusannya menjadi pelacur yang ditokohkannya ke dalam seorang gadis bernama Nidah Kirani.
Sepanjang buku ini pembaca diajak untuk mengikuti alur hidup Kiran secara kronologis yang dibagi ke dalam beberapa fase, fase pencarian identitas, kecewa atas inkonsistensi yang didapatinya dalam sebuah 'gerakan' Islam yang ada di Kampusnya hingga fase petualang ke dunia berbada yaitu dunia free sex, narkoba hingga akhirnya menjerumuskan diri ke dunia itu.
"Belasan kali novel ini didiskusikan, belasan kali pula saya memanen sumpah serapah dari berbagai pihak. Umumnya saya dituding sebagai penghina agama dengan kualitas kebencian yang luar biasa," terangnya.
Dosen Pascasarjana UIN Gunung Djati, Bambang Q Anees yang dihadirkan sebagai pembahas buku tersebut mengatakan buku yang sarat dengan kontrofersi itu memang langsung ketahuan dari judulnya.
"Kalau dilihat dari isinya maka sebetulnya buku ini jangan dikaitkan dengan kehidupan nyata, apalagi syarat dengan kontroversi tertutama dengan Agama Islam. Buku ini sebaiknya hanya dilihat dari karya sastranya saja, apalagi buku ini seperti novel yang tentunya syarat dengan kontribusi si penulis untuk memberikan opini dalam tulisannya sehingga menarik untuk dibaca," terangnya. (pin)
Selasa , 12 Agustus 2008 , 19:02:00 wib
9 comments:
salam kenal mas.. mas koment ya puisi aku kalau sempat.. gak maksa kok.. manatau aku bisa minta ilmu mas..he..he.. tuhan izinkan aku jadi penyair
maz numpang lewat yahh...dan sedikit ikut nimbrung...sebenarnya kita kalo menilai sebuah buku jangan hanya dari judulnya doang kita musti membacanya terlebih dahulu...setelah itu fahami apa makna yang terkandung dalam buku tersebut, baru komentar dan jangan sekali-kali menganggap karya orang lain itu rendahan kalo anda sendiri belum bisa membuatnya...
terima kasih..atas kesempatannya salam kenal
Mas,Nulis memang bagian drai idiologi. Tulisan anda menunjukkan idiologi anda. Ya, kalau panjenengan mempunyai tanggung jawab moral yang anda akan memahami mengapa mereka menolak.hehehehe......!!!!
Salam kenal Gus Muh
Slamat berpuasa..
Link saya Ya:
http://kandangpadati.wordpress.com
Pak pengarang, lain kali jika ada yang mau minta izin jadi pelacur jangan ke tuhan, tapi ke sarkem aja, pasti diizinkan deh.
Binhad? perasaan pernah denger nama ini. tapi di mana ya? tapi kayak2nya penyair cabul itu ya. cuma dengar2 sih....
Gus Muh, aku punya teman dari timur tengah. Aku punya usul novelmu diterjemahkan ke Bahasa Arab. Siapa tahu edisi Bahasa Arab novelmu itu nanti bisa selaris Ayat-ayat Cinta.
gus muh melebarkan sayap ke bdg
Anda telah menciptakan tokoh yg sangat pantas dikasihani.
Betapa ia telah salah dalam memulai belajar tentang Islam. Betapa ia tak mendapat dasar yang kokoh untuk bisa menjalani hidupnya sebagai muslimah. Betapa minim ilmu yang ia peroleh. Ibadah vertikal saja yang ia pelajari, sehingga ia tak tau bagaimana nikmatnya menjalankan ibadah horizontal (habluminannas), bisa berarti bagi orang lain. Memikirkan kebahagiaan orang lain dan tak melulu mengeluh untuk dirinya sendiri saja. Betapa ia telah begitu tersesat dalam konsep hamba-Tuhan yang tak jelas. Sehingga betapa mudahnya ia menyalahkan & memaki-maki Tuhannya.
Kasihan sekali si Nidah nan kuper itu. Begitu sempit pikiran & pengalamannya sehingga ia hanya mampu bertemu dengan para lelaki yang memanfaatkan dirinya saja, dan dia rela untuk itu.
Beruntungnya saya, yang bisa menemukan lelaki baik yang tidak "membedah" saya sebelum waktunya.
Bagaimana mungkin seorang mahasiswi abad 20 (nampak seperti) tidak berpikir bahwa umat Islam tidak hanya ada di Indonesia. Bagaimana mungkin tokoh dengan setting masa yang sudah mengenal internet, tidak berusaha mencari tau tentang makna jihad yg sesungguhnya, dari belahan dunia lain, berbagi keluhannya dengan mulim/muslimah lain nun jauh di sana, melalui chat atau email mungkin, sebagaimanadikisahkan bahwa Nidah sering berkirim & menerima email dlm cerita itu? Bagaimana mungkin seorang mahasiswi yang digambarkan sebagai perempuan cerdas & kritis, tapi tak memiliki kemampuan intelejensi yg memadai untuk dikatakan "cerdas"?
Ah.. kasihan, betapa bodohnya tokoh Nidah dalam cerita Anda.
Dan tak hanya Nidah yg perlu dikasihani. Ketiga temannya yg ikut kabur dari pondokan itu? Masa' sih semua perempuan sama bodohnya dengan Nidah?
Post a Comment