oleh heri bahtiar, ss, m.si
Nidah, kalau engkau sudah mengerjakan sesuatu dan engkau baru memohon izin, menurutku itu namanya memperkosa Tuhan. Tidak ingatkah engkau bahwa larangan berzina itu telah Dia sabdakan dalam al-Quran sejak 15 abad lalu? Atau bahkan dalam kitab suci lain yang telah berabad-abad lamanya sebelum itu, zina juga sudah diharamkan. Kalau begitu, permohonan izin melacurmu itu, sesudah jelas ada larangan atau tidak? Apakah engkau pun sengaja memaksa-maksai Tuhan, tidak peduli Tuhan alam atau Tuhan sejarah, sesuai pendapat temanmu itu.
Tidak bijaksana menurutku, kalau kau berkesimpulan, karena tak ada seorang makhluk pun yang tidak melacur: entah itu melacurkan jiwanya, roh, ilmu, profesi, atau kekuasaannya, maka engkau pun sepenuh-penuh hati menjadi seorang pelacur. Semua jenis pelacur dan pelacurnya jelas tidak baik, tetapi terutama dan pertama-tama yang dilarang dalam kitab suci adalah melacurkan tubuh ragawimu itu. Hujatanmu terhadap laki-laki, nikah, dan kesucian yang dilembagakan di dalam keluarga yang kau cabik-cabik dan kau kunyah-kunyah, aku khawair hanya merupakan tipu daya akal dan libidomu belaka dan itu kau ekspresikan lewat tulisanmu.
Sebagai bukti asumsiku mengenai itu ternyata, konsepmu tentang ayah, di sisi lain, juga ibu, anak, dan adik-kakak yang di Los Angeles serta membiayai obat orangtuamu yang sakit parah katamu, masih kau setiai. Bukankah salah satu tujuan nikah supaya perkerabatan bisa didefinisikan, Nidah. Apa penjelasanmu tentang ini?
Imam Ja’far Ashshadiq pernah memberi pertanyaan kepada Imam Abu Hanifah, muridnya yang sangat cerdas dan kelak menjadi salah satu Imam Madzab Fiqh besar (Madzab Hanafi), “Besar mana membunuh dan berzina?” Secara fiqhiyyah Abu Hanifah menjawab, di antara dosa keduanya yang paling besar adalah dosa membunuh. Tetapi Imam Ja’far memberi argumentasi yang secara subtansial berlawanan dengan itu, “Tetapi mengapa Allah menetapkan dua saksi untuk pembunuhan, empat saksi untuk zina. Anda gunakan qiyas di sini?” (Abdul Halim Jundi, Rakhmat, 1988: 230). Pembunuhan menghentikan kehidupan-nya, dosa antara pembunuh dan terbunuhnya secara langsung akan cenderung berhenti, sementara penzina dan janin baru memulai kehidupan, sehingga dosa langsungnya bisa jadi baru saja dimulai, entah sampai kapan akan berakhir.
(Aku tidak mengerti, bagaimana pula caramu bersiasat supaya tidak hamil itu; atau sudah berapa janinkah yang kau rampas hidupnya?). Kau tak pernah dengarkah: ”Barangsiapa membunuh seseorang (saja) itu sama artinya dengan membunuh selaruh manusia, dan barangsiapa menghidupkan seorang manusia itu sama artinya dengan menghidupkan keseluruhan manusia.” (QS. 5:32)
Siapa pun yang pernah membaca ceracau dalam memoarmu, Nidah, seyogyanya memperoleh pembelaan dan second opinion (bandingkan). Sebab sekali lagi, di samping gaya tuturanmu yang melingkar-lingkar dan provokatif-sugestif sangat memerlukan bandingan, terutama sekali asumsi-asumsi berpikir eksistensialismu sangat “merepotkan”. Aku sebut merepotkan karena dalam tradisi logika berpikir yang benar, setiap asumsi harus bisa diuji dan diverifikasi sehingga menjadi suatu sikap dasar pikir logis (tesis; premis) yang bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk dalam tradisi Post-Mo dan Dekontruksi sekalipun.
Memoarmu itu, sungguh Nidah, mengandung sesuatu yang “serius” untuk diberi bandingan, akan tetapi karena telah dipenuhi kunci-mati dan maaf, kusut, maka simpul-simpul memoarmu sudah diurai untuk diberi syarah berupa second opinion. Meskipun sebetulnya tetap saja, tanggung jawab suatu amal atau pekerjaan masih ada pada pribadi-pribadi, termasuk pribadimu, sesuai dengan suasana akal dan hati seseorang. Bukanlah “laisa lil insani illa ma sa’a”, Tidaklah dimintai pertanggung-jawaban seseorang itu kecuali apa yang ia kerjakan (QS.53:9).
Dalam kerangka memberi data (bandingkan) ke otak dan hati itulah tujuan risalah ini antara lain, dibuat. (Bersambung)
* Digunting dari “Pendahuluan” buku Tuhan, Izinkan Aku Rajam Pelacur! Memoar Autobiografi Kerang yang Terluka. Untuk lebih lanjut silakan baca buku dengan judul tersebut.
No comments:
Post a Comment