11 November 2008

Catatan Buat Muhidin M Dahlan

::uyab

Saya tidak mengenalnya terlampau jauh. Kecuali sekadar mengenal tingkah polahnya yang tak kenal diam di dunia perbukuan. Lewat karya-karyanya yang berani. Berani menghentak dan berani pula ia pertanggungjawabkan.

Semua bermula di medio 2004, saat saya sedang menyusuri selasar buku di perpustakaan Kota Malang,saya secara tidak sengaja menemukan buku dengan sampul cokelat muda dengan gambar seorang anak muda dengan membonceng begitu banyak buku. Judul buku itu "Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta".

Isi buku itu semacam memoar darinya tentang perjuangannya menekuni dunia buku yang penuh gigil dan karib dengan keterasingan. Ia yang hijrah dari tanah kelahirannya di pesisir pantai di kawasan Sulawesi menuju kota pelajar Djogjakarta. Menempuh pendidikan ilmu sipil, dan tidak selesai karena kegilaannya berkutat dengan dunia buku. Dilanjutkan dengan studi peradaban islam di salah satu perguruan tinggi islam kenamaan, tapi lagi-lagi tidak selesai.Kausalnya sama, ia terlampau jatuh cinta pada sunyi senyapnya dunia perbukuan. Di tanah Djogja ia belajar menulis ke media. Dan lebih sering ditolak daripada diterima. Namun penolakan itu tidak membuat cintanya pada dunia pustaka patah arang.

Setahu saya, buku itu bermetamorfosa sekian kali. Dari sekedar ganti cover,ganti penerbit, hingga berganti judul menjadi "Jalan Sunyi Seorang Penulis.."

Selebihnya, saya mengenal di sedikit lebih jauh. Lewat esai-esainya di koran, buku-buku sufistiknya, dan karya-karya lanjutan yang kontroversial. "Tuhan Ijinkan Aku Menjadi Seorang Pelacur", "Adam Hawa", "Kabar Buruk dari Langit ", adalah buku-buku yang membuatnya diburu banyak orang dengan gemertak amarah dan tangan terkepal. Pernah saat saya mengahdiri salah satu acara bedah buku di atas tadi, ada seorang aktivis yang dengan amarah memuncak menghujatnya, mencapnya murtad, menyuruhnya keluar dari Islam. Bahkan ada yang bilang darah dari pria yang kerap di sapa Gus Muh ( bukan Gus Muh yang ahli pengobatan alternatif itu ) halal dialirkan.

Pernah juga Majelis Mujahidin Indonesia, organ yang mengklaim sebagai kumpulan mujahid dan ahli surga itu mengirimkan somasi terkait dengan salah satu karyanya yang mereka anggap kurang ajar dan tidak beradab. Perlakuan yang similar dengan The Satanic Verses-nya Salman Rushdie.

Keberaniannya mengundang banyak cekal dan amis aroma teror.

Dan ia tak bergeming.

"Penulis berwarna, pembaca berwarni', tanggapnya di salah satu tulisannya.

Saya tidak mengenalnya, bahkan pernah berbincang dengannya pun tidak.Tapi saya belajar banyak darinya. Setiap jengkal pilihan, menuntut setiap jengkal konswekensi. Dan perjuangan mewujudkannya bukan rajutan dari omong kosong yang membuat telinga pekak.

Kali ini ia tidak mau berhenti. Mengajak sekumpulan penulis muda yang belum genap berumur 25 tahun, melakukan riset gigantik menelusuri rekaman sejarah bangsa ini dan menuliskannya ulang lewat karya yang luar biasa ( baik kualitas maupun tebalnya ) bertajuk " Kronik Seabad Kebangsaan Indonesia: 1908-2008 "

Tidak hanya itu, bersama Rhoma Dwi Aria, perempuan jelita asal Djogja, ia bekerjasama melahirkan "anak kembar tiga " mereka : Trilogi Lekra Tidak Membakar Buku. Trilogi yang (lagi-lagi) terlahir dengan upaya susah payah meriset. Tiap hari sekitar 15-18 jam mereka berkutat dengan Harian Rakyat tahun 1950-1965. Tidk diijinkan memfotokopi. Apalagi menggunting. Alhasil, mereka harus menyalin dengan tulisan tangan, lalu merangkainya kembali. Pernah pula,mereka terjaga tiga hari tiga malam bergelut tanpa jeda dengan aroma sengak koran. Semuanya adalah upaya agar sejarah tidak lenyap. Lenyap karena dimakan ngengat ataupun karena terlupakan ingatan ..

Saya tidak mengenal dia.Dan sungguh, tanpa pretensi dan tendensi apa-apa saya melabur halaman ini dengan tulisan sederhana ini. Saya hanya mengapresiasi laku dan suluk yang ia tempuh. Bentuk rasa salut terhadap energi yang ia bawa susah payah, dan semoga saya bisa tersabet radiasinya. Semacam bentuk iri yang menguatkan langkah, bahwa setiap orang terlahir terluka, tapi menyerah karenanya adalah pilihan yang tidak memberikan apa-apa.

Sumber:

No comments: