04 November 2008

PALU ARIT

::nurdiana

Kapitalis buncah krisis Wallstreet,
Gramedia takut buku berpalu-arit.
Das Kapital laris menyusul bursa saham krisis,
Marx muncul ditampilkan banyak penulis.

Di negeri begini jelita,
Di kala nama LEKRA kembali mengemuka,
Palu Arit jadi perkara,
Hiruk sastrawan angkat suara.

Pak Djoko Moeljono pun menggelitik,
kenapa Gramedia takut Palu Arit,
Heri Latief kacian pada yang takut
buku LEKRA ber-Palu Arit.

Arbhi tak terkejut Gramedia kecut,
hantu orba dibantu tuyul masih melotot,
mendirikan bulu kuduk,
maka Gramedia=Gramofon orba.

Bisai menilai:
penolakan Gramedia jadi iklan gratis
LEKRA Tidak Membakar Buku,
kan dicari orang jadi bestseller laris.

Ari Condro berseloroh,
Gramedia takut Palu Arit,
Trilogi LEKRA
jual undergriund saja.

Chalik Hamid ikut berkisah:
Palu Arit bukan hantu lagi,
di Eropa hiasan pakaian,
di pasar bebas berkibaran,
bersama gambar Marx, Che Guevara,
Gramedia kok ketakutan,
lalu bertanya: kita sudah masuh jaman Orba jilid dua?

Tentu saja jawabnya:
ya, iya; tandanya orba masih kuasa.

Asep Sambodja bersuara pula:
menilai penting Trilogi LEKRA
yang menghantui Gramedia,
anjurkan para pengajar sastra,
dan pada para guru,
membaca LEKRA Tidak Membakar Buku.

Setengah abad Perang Dingin,
CIA menggerayangi dunia;
penjajah membangun banyak penjara,
Nusa Kambangan, Digul, dan pembuangan;
sepertiga abad orba kuasa,
para intel dan baju hijau,
membantai membunuh musnah,
membasmi sak cindil abange,
tak lenyap dan tak juga punah,
pemuja Palu Arit bermunculan lagi.

Panji merah ber-Palu Arit,
berkibar megah di negeri Naga,
berpenduduk seperlima dunia,
kini tengah mempesona.

Partai berlambang Palu Arit,
memimpin pembebasan rakyat Nepal,
menggulingkan kerajaan feodal,
mendirikan negara demokratis federal.

Di kala umat lah buka mata,
mulut terrajut mulai menganga,
bebas menulis dan bersuara,
nama LEKRA mulai mengemuka,
DR Tjaniago bersajak pula,
mengangkat Marx, Lenin, Liu Shaoqi,
guru dan sobat Mao Zedong;
dan Heri Latief sering menyanjung,
Darsono, Semaun, Musso, Tan Malaka,
jelas semua pemuja Palu Arit.

Palu Arit bersejarah lama,
palu lambang rakyat pekerja,
arit lambangkan kaum tani,
tanpa buruh dan tani,
mana umat bisa hidup di bumi,
Palu Arit mulia tiada tara.

Palu Arit ditakuti dan dimusuhi,
kaum penghisap dan lintah darat,
antek penghasut Perang Dingin,
dan penerus fasis rezim orba.

Palu Arit dipuja rakyat pekerja,
lambang kekuatan,
senjata perjuangan,
demi kebebasan dari penghisapan.


30 Oktober 2008.
(diundung dari milis 'sastrapembebasan')

5 comments:

Anonymous said...

kenapa pd takut dengan simbol ? Pdhl semakin simbol ditakuti semakin ruh nya menjadi2..(mari gedheg -kan kepala bersama2 !
toh kapitalisme liberalism pun simbolnya sudah koyak. Jadi buat apa takut dgn simbol?
mumet !!
sorry ya mas, numpang nulis2..
salam kenal
budi herprasetyo

Unknown said...

mas budi,

demikianlah... nggak tahu juga bisa org takut dengan simbol itu. Padahal di masa PKI, banyak sekali partai yang meniru-niru PKI.... pembodohan itu memang keterlaluan......

Anonymous said...

Bukankah sudah jelas dari dulu bahwa Gramedia memang penakut? jangankan palu arit (padahal sudah bangkrut), dengan Islam moderat dan liberal saja takut, sehingga di gedungnya yg megah2 itu yg ada hanya buku2 pendukung konservatisme...

Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.
Anonymous said...
This comment has been removed by a blog administrator.