Jelang bulan hitam September, seperti biasa, mulai beres-beres lemari dan rak buku. Memeriksa mana yang mesti dirapikan, disucikan, dimandikan. Juga tentu saja, bagian mana yang kosong yang mesti diisi.
Jelang bulan hitam September, rak buku bergenre "Revolusi Belum Selesai" di perpustakaan Gelaran Ibuku, mestinya sudah berdiri. Tidak miring-miring. Tidak juga penuh debu karena tak tersentuh. Atau kosong. Dan tentu saja sudah bisa diakses.
Jelang bulan hitam September, satu-satu buku meminta perhatian. Arsip dan buku berbuhul "Hamka" meminta perhatian pertama. Buku-buku Tulisan Pilihan Aidit, Catatan Perjalanan Aidit, Hari-Hari Terakhir Aidit, dan 30 buku tipis yang berdebu juga berlomba meminta perhatian. Dan tentu saja memindainya agar buku-buku usang sejarah itu bertahan 100 tahun lagi.
Jelang bulan hitam September, apa yang akan saya sumbangkan kepada sejarah? Pada September 2008, saya menyumbang Trilogi Lekra Tak Membakar Buku. Pada September 2009, saya tak mengeluarkan sumbangan apa pun selain kesibukan yang kemudian lewat begitu saja. Pada September 2010, lagi-lagi tak memberi apa-apa. Tapi tidak dengan September 2011. Di September ini saya, seperti halnya September 2008, saya akan menyumbang buku kepada sejarah. Satu kumpulan puisi Lekra (Lentera) dan satu kumpulan cerita pendek Lekra (Lentera). Esei. Ya, ada. Judulnya: "Aku Mendakwa Hamka Plagiat: Skandal Sastra Indonesia 1962-1964)". Seluruh rancang naskah, desain isi, dan sampul berakhir bersamaan dengan berakhirnya Ramadan.
Jelang bulan hitam September, saya sedang memindai Pilihan Tulisan DN Aidit (Jajasan Pembaruan, 1960). Ada 500-an halaman. Juga menyusul yang lain-lain. Sebelum mudik H-1 digelar sepanjang 300 kilometer ke timur jawa. (Patehan, Yogyakarta, 28.08/10.01)
Bulan hitam September, saya baru memulai ibadah suci dan sekaligus hitam.
No comments:
Post a Comment