PKI tahu persis bagaimana memakai seni populer untuk mempengaruhi pemilih dan sekaligus mengajarkan warga desa yang masih banyak buta huruf untuk mencoblos di "Hari Raya" Pemilihan Umum (Editorial Harian Rakjat/PKI memang memberi judul "Hari Raya" untuk 29 Sept). Dengan seni populer ini, komik, PKI ingin menerabas beberapa langkah pesaingnya untuk mendapatkan perhatian masyarakat desa. Ingat, Harian Rakjat yang menyebarkan komik strip ini adalah koran dengan oplah terbesar dimasanya, sekira 50 ribu eksemplar (bandingkan dengan Pedoman/PSI hanya sekira 20 ribuan).
Komik strip PKI ini dibagi dalam tiga kelompok: (1) Persiapan jelang pencoblosan; (2) Saat pencoblosan; (3) Perhitungan kotak-suara.
Di bagian awal (10 panel), dengan tokoh utama Achmad (Aidit? -- nama kecilnya "Achmad"), seorang kader teguh pendirian, pemilih dituntun bagaimana prosedur mencoblos (PKI) yang baik, benar, dan tepat.
Di bagian kedua (15 panel) menggambarkan secara simulatif warga yang berduyun-duyun dengan bersemangat ke TPS, mendaftar, memasuki bilik suara, dan mencoblos.
Adapun bagian ketiga (15 panel) adalah penggambaran si pemilih melipat kembali suara, keluar dari bilik, dan menyerahkan kembali surat-suara di meja Panitia Pemungutan Suara.
Nah, dalam unggahan ini saya sertakan 10 dari 40 panel komik strip PKI yang menunjukkan dengan cara populer simulasi persiapan, pencoblosan, dan suasana usai nyoblos. Jika ada waktu lain yang lebih luang diunggah semuanya:
BAGIAN SATU
Strip 1: Panitia Pemungutan Suara (PPS) mengedarkan surat pemberitahuan memilih kepada "Panitia Aksi Pemilihan Umum P.K.I."
*
Strip 2: Sang tokoh, Achmad, mengundang anggota-anggota Panitia Aksi Pemilihan Umum PKI untuk konsolidasi melakukan apa di 29 September 1955 serentak mulai pukul 8 pagi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
*
Strip 3: Tokoh Achmad yang menjadi Ketua Panitia Aksi Pemilu membagi tugas. Terutama warga yang belum mendapatkan surat pemberitahuan untuk datang ke TPS.
*
Strip 4: Achmad akhirnya menugaskan Karto untuk melakukan survei langsung per keluarga untuk memastikan bahwa PPS sudah bekerja dengan baik dengan membagikan semua surat pemberitahuan kepada warga sehingga suara siluman tak gentayangan.
Strip 5: Bagi warga yang belum mendapat Kartu Pemberitahuan, segera Panitia Aksi Pemilu PKI mengantarkan warga ke Ketua PPS yang ada di desa itu.
*
Strip 6: Khusus untuk ibu-ibu yang menyusui turut mendapat perhatian. Tugas itu dibebankan kepada Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) tingkat desa mengorganisasi dibukanya penitipan anak-anak dan menyelenggarakan posko bantuan untuk minuman dan pengobatan.
*
Strip 7: Untuk meyakinkan lagi pemilih, Panitia Aksi Pemilu PKI bergerilya keliling desa untuk memberitahu ulang warga agar mengingat Hari Raya Pemilu 29 September. Kata Achmad: "Bung Paidi, ju Diah, djangan lupa tanggal 29, Kamis, mulai djam 8 pagi diadakan pemungutan suara dipendopo pak Sumali untuk memilih anggota2 DPR". Lihat, di ruang terbuka mainnya elegan dan menabrak etika kepatutan dan aturan main bersama dengan tak menyebut "memilih PKI", walau warga tahu mereka Panitia Aksi Pemilu dari PKI.
*
Strip 8: Panitia Aksi Pemilu PKI mengatur strategi dengan membagi warga dalam rombongan-rombongan terkawal. PKI betul-betul sadar bagaimana mengawal suaranya secermat-cermatnya.
*
Strip 9: Achmad di hadapan kader-kader PKI di desa tak bosan-bosan memeragakan cara mencoblos logo PKI yang ada di baris kedua lembar kertas suara.
*
Strip 10: Zoooooom. Ini: "Tjarilah gambar Palu-Arit dalam kartu-suara! Tusuklah disini, ditempat pertemuan gambar tangkaipalu dengan arit, sampai berlubang!"
Jadi, jika Anda mempelajari sejarah komik strip politik/pemilu di Indonesia, maka komik ini harus diletakkan mula-mula. Kehadirannya tak hanya memberitahu bagaimana partai ini sadar-komik, sadar-seni populer, melainkan juga mengendarai komik sebagai pembelajaran kepada kader-kadernya di desa tentang pengetahuan praktik politik yang baru pertamakali mereka hadapi setelah Indonesia Merdeka.
Komik strip PKI ini, semoga kesimpulan ini tak keliru dan terpeleset jauh, adalah komik strip pemilu pertama yang dipublikasikan secara besar-besaran di tiga halaman sekaligus surat kabar. Komik strip mendapatkan TIGA HALAMAN pemuatan di koran? PKI sepertinya tak terlalu berpikir soal uang cetak untuk kebutuhan pendidikan politik kadernya.
9 comments:
ijin repost om, kayaknya oke nih ..
Piye kabare, mas?
Mau tanya, ini komik asli th 1955 atau bukan ya. Tulisannya sdh dengan EYD seperti pada kata "Umum", bukan "Oemoem".
Kalau masih ada yang versi asli, saya berminat untuk ngopy atau memotretnnya jika tak dapat dipindai.
Mas Herman, saya punya buku HB Jassin, Tifa Penjair dan Daerahnja, terbitan tahun 1952, ejaannya sudah pakai "u" bukan "oe", walaupun masih memakai "j" bukan "y", "dj" bukan "j", atau "tj" bukan "c". Jadi sangat mungkin bila komik tersebut dirilis tahun 1955. Selebihnya biar Mas Muhidin (yang lebih pakar) yang menjelaskan.
Itu di fotonya masih terlihat caption. Itu komik dibuat/publish September 1955. Nanti saya lengkapi 40 panelnya hingga bagaimana PKI menjaga ketat penghitungan suara dgn teriakan-teriakan: Hidup PKI Hidup PKI dari para suporternya yang setia.
metode yang menarik pada zamannya.. komunikasi visual gambar (comic) yang dgunakan untuk para calon pemilih yang sebagian besar tergolong buta huruf. izin share mas..
luar biasa emang PKI, ditunggu sisa panelnya..
Mas Muhidin jual bukunya tidak ?
Ijin Repost pak
Post a Comment